Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.
Implikasi Kabinet Gemuk Era Prabowo
Kamis, 20 Februari 2025 09:05 WIB
Pertama, aspek anggaran menjadi persoalan sentral
Sentral Problem Anggaran.
Fenomena kabinet gemuk yang kerap muncul dalam pemerintahan Indonesia membawa berbagai implikasi mendalam bagi jalannya roda pemerintahan. Kabinet dengan jumlah kementerian dan wakil menteri yang besar menghadirkan tantangan multidimensi yang perlu disikapi secara kritis.
Pertama, aspek anggaran menjadi persoalan sentral. Setiap posisi menteri dan wakil menteri membutuhkan alokasi dana signifikan untuk operasional, meliputi gaji, fasilitas pendukung, staf, dan berbagai pembiayaan administratif lainnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pengalihan anggaran yang semestinya dapat dioptimalkan untuk program pembangunan dan pelayanan publik. Di tengah keterbatasan fiskal negara, pemborosan anggaran untuk birokrasi yang gemuk menjadi beban yang kontraproduktif.
Dari segi tata kelola, kabinet berukuran besar menciptakan kompleksitas koordinasi yang berlebihan. Banyaknya kementerian yang beroperasi sering kali menghasilkan tumpang tindih program dan kebijakan. Proses pengambilan keputusan menjadi terhambat karena banyaknya pihak yang harus dilibatkan dalam konsultasi dan persetujuan. Komunikasi antar-institusi menjadi lebih rumit dan berpotensi menimbulkan fragmentasi kebijakan nasional.
Dimensi Politik
Dimensi politik tak dapat dipisahkan dari pembentukan kabinet gemuk. Penambahan posisi kementerian seringkali lebih mencerminkan dinamika politik akomodatif daripada kebutuhan pengelolaan negara yang substantif. Pembagian "jatah" kekuasaan untuk partai-partai pendukung pemerintah menjadi pertimbangan dominan, sehingga fokus kabinet cenderung bergeser dari orientasi pelayanan publik menjadi pemenuhan kepentingan kelompok politik tertentu.
Efisiensi birokrasi juga terdampak negatif dengan struktur kabinet yang membengkak. Rantai birokrasi menjadi lebih panjang dan prosedur kerja cenderung berbelit. Overlapping tugas dan fungsi antar kementerian menyebabkan ketidakjelasan batas kewenangan, yang berujung pada inefisiensi sistem kerja pemerintahan secara keseluruhan. Birokrasi yang gemuk inherently kurang gesit dalam merespons dinamika kebutuhan masyarakat.
Akuntabilitas
Tantangan akuntabilitas menjadi semakin kompleks dalam kabinet berukuran besar. Pengawasan kinerja dan evaluasi program menghadapi kesulitan berlapis karena banyaknya entitas yang harus dipantau. Tanggung jawab dapat menjadi kabur ketika banyak pihak terlibat dalam satu ranah kebijakan, sehingga berpotensi menimbulkan celah akuntabilitas dalam pengelolaan pemerintahan.
Menghadapi problematika ini, diperlukan pendekatan reformatif yang mengedepankan prinsip efisiensi dan efektivitas. Penataan ulang struktur kabinet menjadi lebih ramping dengan fokus pada kementerian yang benar-benar esensial merupakan langkah strategis. Penguatan mekanisme koordinasi lintas kementerian dapat mengompensasi pengurangan jumlah kementerian tanpa mengorbankan cakupan layanan pemerintah.
Implementasi sistem evaluasi kinerja yang lebih ketat dan terukur juga menjadi kunci dalam memastikan kabinet yang lebih kecil namun lebih produktif. Pendekatan berbasis outcome daripada sekadar output perlu dijadikan landasan dalam menilai keberhasilan kinerja kementerian.
Pada akhirnya, redefinisi konsep kabinet ideal perlu diarahkan pada penciptaan struktur pemerintahan yang lebih responsif, adaptif, dan berorientasi pada hasil. Kabinet yang ideal bukanlah yang besar secara kuantitas, melainkan yang optimal dalam menjalankan fungsi pelayanan publik dengan prinsip good governance. Perampingan kabinet bukan sekadar pengurangan jumlah, tetapi penataan sistem yang lebih kohesif, efisien, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

Penulis Indonesiana
5 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler